Pelajar Muhammadiyah, Pelajar Ulama’
Disadari
atau tidak, definisi ulama dewasa ini sudah terkooptasi dalam lingkar
belenggu pemahaman sempit masyarakat. Bahwa ulama identik dengan kitab
kuning, ulama pasti berjenggot, bersurban, memakai sarung dan lain-lain.
Pun juga saat ini ketika kita melihat realitas, bahwa untuk jadi ulama
atau kyai atau ustadz pun bisa di bilang relatif mudah, bermodalkan bisa
mengaji fasih dan tampang ganteng. Bisa disebut ustadz yang kemudian
bisa tampil di TV.
Coba kita
lupakan fakta tentang ulama saat ini, kemudian kita menengok fakta ulama
beberapa pulun tahun yang lalu. Kita tentu ingat salah satu Ulama’nya
Muhammadiyah tahun 1953, yakni Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang
lebih tepatnya di kenal dengan Buya Hamka. Buya hamka dikenal sebagai
sosok ulama Muhamamdiyah yang tidak hanya pandai dalam ahli tafsir dan
ilmu agama saja, tapi lebih dari itu beliau adalah politikus ulung,
buktinya Buya Hamka pernah menjadi Anggora Dewan Kosntituante Masyumi
sekitar pada pemilu tahun 1955. selain sebagai politikus, buya Hamka
adalah seorang pecinta jurnalisme, beliau pernah menjadi wartawan di Seruan Muhamamdiyah, Pecinta Andalas, Seruan Islam, dan puncak karir nya di dunia jurnalistik, beliau menjadi dewan redaktur majalah yang sangat monumental, yakni Panji Masyarakat, hingga
mengantarkannya mendapat gelar honoris causa oleh Universitas Al-Azhar
Kairo. Selain sosok Buya Hamka, masih banyak sosok ulama yang lain, yang
patut kita acungkan jompol usahanya. Misalnya Ibnu Haitam, ulama
dengan karya nya tentang Ilmu-ilmu Optika, Ibnu Sina, sosok ulama yang
ahli dalam ilmu kedokteran, Al-Khawaruzmi, Ibnu Rusydi dan masih banyak
yang lainnya.
Keutamaan Peran Ulama’
Allah berfirman: “Sesunguhnya yang paling takut kepada Allah adalah Ulama”(QS Fathir 28)
Nabi Muhammad saw juga pernah bersabda: “Ulama adalah pewaris nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak juga dirham, melainkan mereka hanya mewariskan ilmu” (HR Abu Dawud, Tirmidzi dan ibnu majjah)
Dan masih
banyak lagi tentang ayat ayat atau hadis yang menunjukkan keutamaan dan
kemuliaan seorang ulama, dalam hal ini bukan “ulama yang hanya
bermodalkan wajah ganteng dan tampil di TV, tetapi yakni siapa saja yang
takut kepada Allah, takut akan siksa Allah, maka ia pantas disebut
sebagai ulama, atau pun juga siapapun yang mewariskan ilmu kemudian ilmu
itu bermanfaat kebaikan bagi ummat manusia maka ia pantas di beri gelar
sebagai ulama (orang yang ‘alim, orang yang mempunyai ilmu’)
Pelajar Muhammadiyah, Pelajar Ulama.
Mungkin
ketika kita mendengar istilah Pelajar Muhammadiyah, pelajar ulama, agak
kurang pas? Ulama’ kan bersurban, ulama kan berjenggot, harus hafal
beberapa juz Al-Qur’andll. Tapi yakinlah, Pelajar Muhammadiyah adalah
pelajar Ulama, pelajar yang takut kepada Allah sebagaimana firman Allah
surat Fathir 28 tadi. selain itu juga Pelajar Muhamamdiyah adalah
pelajar ulama yang menjadikan menuntut ilmu itu sebagai aktifitasnya.
Bukankah dalam hadis tadi di jelaskan bahwa siapa saja yang mewariskan
ilmu itu disebut sebagai ulama/pewaris nabi?
Maka sudah
saatnyalah sekarang para Pelajar Muhammadiyah dengan rasa takutnya
kepada Allah dan juga dengan keilmuannya, untuk tampil dimuka dengan
mengatakan yang haq itu haq dan menyatakan yang batil itu batil. Sampai
kapan?
Seusai tahajud ku merenung lagi.Siapa, kemana, diri hina ini.Lama ku tertidur dalam duniaku.Nanarku memandang alam sekelilingku.Beribu mujahid berguguran sudah.Beribu purnama namak semakin merenta.Namun kebatilan tiada kunjung sirna.Bahkan semakin menyesakkan dunia.Dalam ikatanku tlah bersemi janji.Hidup di jalannya atau mati syahid. (Reungan Kader)
Wallahu a’lam bis showab.